hati-hati jangan nikahi 5 tipe wanita ini
An-nananah, wahannanah, wahaddaqah, wabarraqah, wasyaddaqah.
"wanita seperti itu, membuat kehidupan tidak nyaman," sejak suami masuk rumah, akan tidur, hingga berangkat lagi, ia tetap saja mengeluh.
An-nananah أ نَّانَةٍ
maksudnya perempuan yang banyak merengek dan mengeluh, tidak pernah menerima keadaan apapun tidak pernah suka dengan apapun, Hatinya tidak pernah damai dengan keberadaan suaminya."wanita seperti itu, membuat kehidupan tidak nyaman," sejak suami masuk rumah, akan tidur, hingga berangkat lagi, ia tetap saja mengeluh.
wahannanah وَحَنَّانَةٌ
Mereka adalah wanita yang membandingkan-bandingkan suaminya dengan suami orang lain.
Maksudnya : ia membanggakan dirinya atas suaminya, dan selalu mengungkit-ungkitkan selalu mengatakan: "(mimpi apa aku semalam), sehingga bisa menikah dengan mu"
Maksudnya : ia membanggakan dirinya atas suaminya, dan selalu mengungkit-ungkitkan selalu mengatakan: "(mimpi apa aku semalam), sehingga bisa menikah dengan mu"
Harusnya aku menikah dengan seorang yang seperti ini dan seperti itu, setiap kali dia memandang suaminya, selalu mengatakan: " Alangkah malangnya nasibku" harusnya aku menikah dengan laki-laki yang seperti ini dan seperti itu, adapun
haddaqah وَأَمَّاالحَّدَّاقَةُ
Kata para ulama : mereka adalah wanita yang matanya selalu tertuju pada segala sesuatu dan ingin sekali memilikinya jika sampai rumah, datang kepada suaminya dengan wajah masam
" Masyaallah, tetangga kita memiliki ini, dan itu, adapun aku miskin ( tak punya apa-apa)".
jika pergi kepasar, semua barang ingin ia beli,
albaraqah وَأَمَّاالْبرَّاقَةُ
Kata para ulama : ia adalah wanita yang selalu sibuk sendiri, tidak mengurus suami dan rumahnya tidak ada hal penting kecuali dirinya,
sibuk dengan diri sendiri, sibuk dengan penampilan, dan semua urusan pribadinya, serta tidak peduli pada suaminya dan rumahnya. sekarang kita bisa menyebutnya sebagai wanita ananiya( egois)
syaddaqah وَالشَّدَّاقَّةُ
Dia adalah wanita " lebar mulut" yaitu wanita yang banyak bicaranya sedikit diamnya
Sumber: Syaikh Prof. DR. Sulaiman Ar-Ruhhaily